Menurut jenis yang
dihasilkan di Indonesia terdapat antara lain pertambangan minyak dan gas bumi ;
logam – logam mineral antara lain seperti timah putih, emas, nikel, tembaga,
mangan, air raksa, besi, belerang, dan lain-lain dan bahan – bahan organik
seperti batu bara, batu-batu berharga seperti intan, dan lain- lain.
Pembangunan dan
pengelolaan pertambangan perlu diserasikan dengan bidang energi dan bahan bakar
serta dengan pengolahan wilayah, disertai dengan peningkatan pengawasan yang
menyeluruh.
Pengembangan dan
pemanfaatan energi perlu secara bijaksana baik itu untuk keperluan ekspor
maupun penggunaan sendiri di dalam negeri serta kemampuan penyediaan energi
secara strategis dalam jangka panjang. Sebab minyak bumi sumber utama pemakaian
energi yang penggunaannya terus meningkat, sedangkan jumlah persediaannya
terbatas. Karena itu perlu adanya pengembangan sumber-sumber energi lainnya
seperti batu bara, tenaga air, tenaga air, tenaga panas bumi, tenaga matahari,
tenaga nuklir, dan sebagainya.
Pencemaran lingkungan
sebagai akibat pengelolaan pertambangan umumnya disebabkan oleh faktor kimia,
faktor fisik, faktor biologis. Pencemaran lingkungan ini biasanya lebih
daripada di luar pertambangan. Keadaan tanah, air dan udara setempat di tambang
mempunyai pengaruh yang timbal balik dengan lingkungannya. Sebagai contoh
misalnya pencemaran lingkungan oleh CO sangat dipengaruhi oleh keanekaragaman
udara, pencemaran oleh tekanan panas tergantung keadaan suhu, kelembaban dan
aliran udara setempat.
Suatu pertambangan
yang lokasinya jauh dari masyarakat atau daerah industri bila dilihat dari
sudut pencemaran lingkungan lebih menguntungkan daripada bila berada dekat
dengan permukiman masyarakat umum atau daerah industri. Selain itu jenis suatu
tambang juga menentukan jenis dan bahaya yang bisa timbul pada lingkungan.
Akibat pencemaran pertambangan batu bara akan berbeda dengan pencemaran
pertambangan mangan atau pertambangan gas dan minyak bumi. Keracunan mangan
akibat menghirup debu mangan akan menimbulkan gejala sukar tidur, nyeri dan
kejang – kejang otot, ada gerakan tubuh di luar kesadaran, kadang-kadang ada
gangguan bicara dan impotensi.
Melihat ruang lingkup
pembangunan pertambangan yang sangat luas, yaitu mulai dari pemetaan,
eksplorasi, eksploitasi sumber energi dan mineral serta penelitian deposit
bahan galian, pengolahan hasil tambang dan mungkin sampai penggunaan bahan
tambang yang mengakibatkan gangguan pada lingkungan, maka perlu adanya
perhatian dan pengendalian terhadap bahaya pencemaran lingkungan dan perubahan
keseimbangan ekosistem, agar sektor yang sangat vital untuk pembangunan ini
dapat dipertahankan kelestariannya.
Dalam pertambangan
dan pengolahan minyak bumi misalnya mulai eksplorasi, eksploitasi, produksi,
pemurnian, pengolahan, pengangkutan, serta kemudian menjualnya tidak lepas dari
bahaya seperti bahaya kebakaran, pengotoran terhadap lingkungan oleh
bahan-bahan minyak yang mengakibatkan kerusakan flora dan fauna, pencemaran
akibat penggunaan bahan-bahan kimia dan keluarnya gas-gas/ uap-uap ke udara
pada proses pemurnian dan pengolahan.
Dalam rangka
menghindari terjadinya kecelakaan pencemaran lingkungan dan gangguan
keseimbangan ekosistem baik itu berada di lingkungan pertambangan ataupun
berada di luar lingkungan pertambangan, maka perlu adanya pengawasan lingkungan
terhadap:
1.
Cara pengolahan pembangunan dan pertambangan.
2.
Kecelakaan pertambangan.
3.
Penyehatan lingkungan pertambangan.
4.
Pencemaran dan penyakit-penyakit yang mungkin timbul.
1.
Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi
tidak termasuk ke dalam kajian studi AMDAL karena merupakan rangkaian kegiatan
survey dan studi pendahuluan yang dilakukan sebelum berbagai kajian kelayakan
dilakukan. Yang termasuk sebagai kegiatan ini adalah:
·
Pengamatan melalui udara
·
Survey geofisika
·
Studi sedimen di aliran sungai dan
·
Studi geokimia yang lain,
Diperkirakan lebih dari 2/3 kegiatan ekstraksi bahan mineral didunia
dilakukan dengan pertambangan terbuka. Teknik tambang terbuka biasanya
dilakukan dengan open pit mining, strip mining, dan quarrying,
a.
Open Pit Mining
Penambangan dengan
metode tambang terbuka adalah suatu kegiatan penggalian bahan galian seperti
batu bara, ore (bijih), batu dan sebagainya di mana para pekerja berhubungan
langsung dengan udara luar dan iklim.
Tambang terbuka (open
pit mining) juga disebut dengan open cut mining; adalah metode penambangan yang
dipakai untuk menggali mineral deposit yang ada pada suatu batuan yang berada
atau dekat dengan permukaan.
Metode ini cocok
dipakai untuk ore bodies yang berbentuk horizontal yang memungkinkan produksi
tinggi dengan ongkos rendah. Walaupun
“stripping” dan “quarrying” termasuk ke dalam open pit mining, namun strip
mining biasanya dipakai untuk penambangan batubara dan quarry mining yang
berhubungan dengan produksi non-metallic minerals seperti dimension stone, rock
aggregates, dll.
b.
Strip Mining
Dengan menggunakan
alat pengeruk, penggalian dilakukan pada suatu bidang galian yang sempit untuk
mengambil mineral. Setelah mineral diambil, dibuat bidang galian baru di dekat
lokasi galian yang lama. Batuan limbah yang dihasilkan digunakan untuk menutup
lubang yang dihasilkan oleh galian sebelumnya. Teknik tambang seperti ini
biasanya digunakan untuk menggali deposit batu bara yang tipis dan datar yang
terletak di dekat permukaan tanah.
c.
Quarrying
Bertujuan untuk
mengambil batuan ornamen, bahan bangunan seperti pasir, kerikil, batu untuk
urugan jalan, semen, beton dan batuan urugan jalan makadam.
Tambang bawah tanah
digunakan jika zona mineralisasi terletak jauh di dalam tanah sehingga jika
digunakan teknik pertambangan terbuka jumlah batuan penutup yang harus dipindahkan
sangat besar. Produktivitas tambang tertutup 5 sampai 50 kali lebih rendah
dibanding tambang terbuka, karena ukuran alat yang digunakan lebih kecil dan
akses ke dalam lubang tambang lebih terbatas. Kegiatan ekstraksi menghasilkan
limbah dan produk samping dalam jumlah yang sangat banyak. Limbah utama yang
dihasilkan adalah batuan penutup dan limbah batuan. Batuan penutup (overburden)
dan limbah batuan adalah lapisan batuan yang tidak mengandung mineral, yang
menutupi atau berada di antara zona mineralisasi atau batuan yang mengandung
mineral dengan kadar rendah sehingga tidak ekonomis untuk diolah.
Batuan penutup
umumnya terdiri dari tanah permukaan dan vegetasi sedangkan batuan limbah
meliputi batuan yang dipindahkan pada saat pembuatan terowongan, pembukaan dan
eksploitasi singkapan bijih serta batuan yang berada bersamaan dengan singkapan
bijih.
2.
Reklamasi Setelah Pasca Tambang
a.
Decommissioning dan Penutupan Tambang
Setelah ditambang
selama masa tertentu cadangan bijih tambang akan menurun dan tambang harus
ditutup karena tidak ekonomis lagi. Karena tidak mempertimbangkan aspek
lingkungan, banyak lokasi tambang yang ditelantarkan dan tidak ada usaha untuk
rehabilitasi. Pada prinsipnya kawasan atau sumber daya alam yang dipengaruhi
oleh kegiatan pertambangan harus dikembalikan ke kondisi yang aman dan
produktif melalui rehabilitasi.
Tujuan jangka pendek
rehabilitasi adalah membentuk bentang alam (landscape) yang stabil terhadap
erosi. Selain itu rehabilitasi juga bertujuan untuk mengembalikan lokasi
tambang ke kondisi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan produktif.
b.
Metode Pengelolaan Lingkungan
Mengingat besarnya
dampak yang disebabkan oleh aktivitas tambang, diperlukan upaya-upaya
pengelolaan yang terencana dan terukur. Pengelolaan lingkungan di sektor
pertambangan biasanya menganut prinsip Best Management Practice. US EPA (1995)
merekomendasikan beberapa upaya yang dapat digunakan sebagai upaya pengendalian
dampak kegiatan tambang terhadap sumber daya air, vegetasi dan hewan liar.
Beberapa upaya pengendalian tersebut adalah:
1)
Menggunakan struktur penahan sedimen untuk meminimalkan
jumlah sedimen yang keluar dari lokasi penambangan
2)
Mengembangkan rencana sistim pengendalian tumpahan untuk
meminimalkan masuknya bahan B3 ke badan air
3)
Hindari kegiatan konstruksi selama dalam tahap kritis
4)
Mengurangi kemungkinan terjadinya keracunan akibat
sianida terhadap burung dan hewan liar dengan menetralisasi sianida di kolam
pengendapan tailing atau dengan memasang pagar dan jaring untuk
5)
Mencegah hewan liar masuk ke dalam kolam pengendapan
tailing
6)
Minimalisasi penggunaan pagar atau pembatas lainnya yang
menghalangi jalur migrasi hewan liar. Jika penggunaan pagar tidak dapat
dihindari gunakan terowongan, pintu-pintu, dan jembatan penyeberangan bagi
hewan liar.
7)
Batasi dampak yang disebabkan oleh frakmentasi habitat
minimalisasi jumlah jalan akses dan tutup serta rehabilitasi jalan-jalan yang
tidak digunakan lagi.
8)
Larangan berburu hewan liar di kawasan tambang.
Berdasarkan Kepmen
555 tahun 1995 tentang keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan umum,
kecelakaan tambang harus memenuhi lima kriteria. Adapun kriteria kecelakaan
tambang adalah sebagai berikut:
1.
Benar-benar terjadi
Bahwa kecelakaan ini memang benar terjadi, dapat
dibuktikan, ada korbannya, dan bukan merupakan kecelakaan yang disengaja
(kriminal). Bagaimana cara mengetahui itu kriminal atau bukan.? Itu tugas
investigator untuk mencari penyebab kecelakaan tersebut, dan jika terbukti ada
unsur kriminal, maka kasus ini dapat dilimpahkan ke pihak kepolisian.
2.
Mengakibatkan cedera pada pekerja tambang atau orang yang
diberi ijin oleh Kepala Teknik Tambang (KTT).
Agar kecelakaan itu dikategorikan kecelakaan tambang maka
orang yang cedera harus pekerja tambang, jika yang mengalami cedera adalah
orang luar (selain karyawan perusahaan tambang) maka kecelakaan itu tidak dapat
dikategorikan kecelakaan tambang.
Selain pekerja tambang, tamu yang memasuki area konsesi
dan telah mendapat ijin dari KTT jika terjadi kecelakaan yang mengakibatkan cedera
terhadap tamu tersebut dikategorikan kecelakaan tambang.
3.
Akibat kegiatan usaha pertambangan
Apabila kecelakaan yang menimpa pekerja tambang tidak
terjadi akibat kegiatan usaha pertambangan maka kecelakaan tersebut tidak dapat
dikategorikan menjadi kecelakaan tambang. Sebagai contoh, seorang pekerja
tambang pada saat jam istirahat memancing ikan di kolam dekat tambang dan
tenggelam, maka kecelakaan tersebut tidak bisa dikategorikan kecelakaan
tambang.
4.
Terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mendapat cedera
atau setiap saat orang yang diberi izin
Suatu kecelakaan dikategorikan kecelakaan tambang jika
terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mengalami cedera. Sebagai contoh :
seorang pekerja tambang (pekerja A) jam kerjanya adalah pukul 07:00 – 17:00
(shift siang), pada saat malam hari pekerja tersebut ikut rekan kerjanya
(pekerja B) mengendarai sarana ke tambang. Pada saat itu terjadi kecelakaan dan
mengakibatkan pekerja tambang A cedera patah tulang, namun pekerja B tidak
mengalami cedera. Maka kecelakaan tersebut tidak bisa dikategorikan kecelakaan
tambang.
5.
Terjadi di dalam wilayah kegiatan usaha pertambangan atau
wilayah proyek.
Kecelakaan yang dikategorikan kecelakaan tambang harus
terjadi pada wilayah kegiatan usaha pertambangan atau wilayah proyek. Wilayah
kegiatan usaha pertambangan adalah sesuai dengan luasan yang tertera pada ijin
penambangan (PKP2B, KP, KK, IUJP). Untuk wilayah proyek adalah wilayah di luar
wilayah kegiatan usaha pertambangan, namun masih berkaitan dengan kegiatan
pertambangan. Wilayah proyek ditentukan oleh pemerintah daerah setempat.
Sebagai contoh : kecelakaan terjadi di area pelabuhan
yang mengakibatkan cedera pekerja tambang, selama pelabuhan tersebut mendapat
ijin dari pemerintah daerah untuk jadi wilayah proyek, maka kecelakaan tersebut
dapat dikategorikan kecelakaan tambang.
Yang perlu diingat adalah suatu kecelakaan dapat
dikategorikan menjadi kecelakaan tambang jika memenuhi lima kriteria di atas. Apabila
salah satu tidak memenuhi, maka kecelakaan tersebut bukan kecelakaan tambang.
Program Lingkungan
Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui
pengembangan sistem kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan lintas
sektor berwawasan kesehatan.
Adapun kegiatan pokok
untuk mencapai tujuan tersebut meliputi:
1.
Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar
2.
Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan
3.
Pengendalian dampak risiko lingkungan
4.
Pengembangan wilayah sehat.
Pencapaian tujuan
penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai pelaksanaan kegiatan dari
berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat di mana pengelolaan
kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling kompleks, kegiatan
tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya yaitu dari hulu
berbagai lintas sektor ikut serta berperan (Perindustrian, KLH, Pertanian, PU
dll) baik kebijakan dan pembangunan fisik dan Departemen Kesehatan sendiri
terfokus kepada hilirnya yaitu pengelolaan dampak kesehatan.
Pencemaran lingkungan
adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan
(tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan
kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran
benda-benda asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam berbahaya,
dsb.) sebagai akibat perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan
tersebut tidak berfungsi seperti semula (Susilo, 2003).
Kasus Teluk Buyat
(Sulawesi Utara) dan Minamata (Jepang) adalah contoh kasus keracunan logam
berat. Logam berat yang berasal dari limbah tailing perusahaan tambang serta
limbah penambang tradisional merupakan sebagian besar sumber limbah B3 (bahan
berbahaya dan beracun) yang mencemari lingkungan.
Sebagai contoh, pada
kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan bijih dilakukan dengan
proses amalgamasi di mana merkuri (Hg) digunakan sebagai media untuk mengikat
emas. Mengingat sifat merkuri yang berbahaya, maka penyebaran logam ini perlu
diawasi agar penanggulangannya dapat dilakukan sedini mungkin secara terarah.
Selain itu, untuk menekan jumlah limbah merkuri, maka perlu dilakukan perbaikan
sistem pengolahan yang dapat menekan jumlah limbah yang dihasilkan akibat
pengolahan dan pemurnian emas.
Sedangkan
pertambangan skala besar, tailing yang dihasilkan lebih banyak lagi. Pelaku
tambang selalu mengincar bahan tambang yang tersimpan jauh di dalam tanah,
karena jumlahnya lebih banyak dan memiliki kualitas lebih baik. Untuk mencapai
wilayah konsentrasi mineral di dalam tanah, perusahaan tambang melakukan
penggalian dimulai dengan mengupas tanah bagian atas (top soil). Top Soil kemudian
disimpan di suatu tempat agar bisa digunakan lagi untuk penghijauan setelah
penambangan. Tahapan selanjutnya adalah menggali batuan yang mengandung mineral
tertentu, untuk selanjutnya dibawa ke processing plant dan diolah. Pada saat
pemrosesan inilah tailing dihasilkan. Sebagai limbah sisa batuan dalam tanah,
tailing pasti memiliki kandungan logam lain ketika dibuang.
Limbah tailing
merupakan produk samping, reagen sisa, serta hasil pengolahan pertambangan yang
tidak diperlukan. Tailing hasil penambangan emas biasanya mengandung mineral
inert (tidak aktif). Mineral tersebut antara lain: kwarsa, kalsit dan berbagai
jenis aluminosilikat. Tailing hasil penambangan emas mengandung salah satu atau
lebih bahan berbahaya beracun seperti Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (Pb),
Merkuri (Hg), Sianida (CN) dan lainnya. Sebagian logam-logam yang berada dalam
tailing adalah logam berat yang masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3).
Misalnya, Merkuri
adalah unsur kimia sangat beracun (toxic). Unsur ini bila bercampur dengan
enzim di dalam tubuh manusia menyebabkan hilangnya kemampuan enzim untuk
bertindak sebagai katalisator untuk fungsi tubuh yang penting. Logam Hg ini
dapat terserap ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan kulit. Karena sifatnya
beracun dan cukup volatil, maka uap merkuri sangat berbahaya jika terhisap oleh
manusia, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Merkuri bersifat racun yang
kumulatif, dalam arti sejumlah kecil merkuri yang terserap dalam tubuh dalam
jangka waktu lama akan menimbulkan bahaya. Bahaya penyakit yang ditimbulkan
oleh senyawa merkuri di antaranya kerusakan rambut dan gigi, hilang daya ingat
dan terganggunya sistem syaraf.
Untuk mencapai hal tersebut di atas, maka
diperlukan upaya pendekatan melalui penanganan tailing atau limbah B3 yang
berwawasan lingkungan dan sekaligus peningkatan efisiensi penggunaan merkuri
untuk meningkatkan perolehan (recovery) logam emas.
Sumber:
Sumber:
1.Hamdani, Riki. 2011. Cara Pengelolaan Pembangunan
Pertambangan. https://rikihamdanielektro.wordpress.com/2011/12/12/cara-pengelolaan-pembangunan-pertambangan-2/. Diakses pada 3
Januari 2016.
2.Hannita. 2011. Cara Pengolahaan Pembangunan Pertambangan.
http://hannitacambridge.blogspot.co.id/2011/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-none_27.html. Diakses pada 3
Januari 2016.
3. Nababan, Fredy. 2012. Dampak Negatif Kegiatan
Pertambangan. http://marluganababan-electrical.blogspot.co.id/2012/11/dampak-negatif-kegiatan-pertambangan.html. Diakses pada 3
Januari 2016.
4. Panjaitan. 2011. Tambang Terbuka (Open Pit). http://sipanjaitan.blogspot.co.id/2011/02/tambang-terbuka-open-pit.html. Diakses pada 3
Januari 2016.
5. Purmaiyasa, Deopy. 2015. Masalah Lingkungan dalam
Pembangunan Pertambangan Energi. http://purmaiyasadeopy.blogspot.co.id/2015/01/masalah-lingkungan-dalam-pembangunan.html. Diakses pada 3
Januari 2016.
6.Saputra, Darmawan. 2014. 5 Kriteria Kecelakaan Tambang. http://www.darmawansaputra.com/2014/11/kecelakaan-tambang.html. Diakses pada 3
Januari 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar