Pertumbuhan penduduk adalah
perubahan penduduk yang dipengaruhi oleh faktor kelahiran, kematian, dan
perpindahan penduduk (migrasi). Pertumbuhan penduduk terdiri atas dua macam,
yaitu sebagai berikut:
1. Pertumbuhan
penduduk alami, yaitu pertumbuhan penduduk yang dipengaruhi oleh kelahiran dan
kematian.
2. Pertumbuhan
penduduk total, yaitu pertumbuhan penduduk yang dipengaruhi oleh kelahiran,
kematian, imigrasi, dan emigrasi.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan penduduk terdiri dari 2 faktor yaitu kelahiran dan
kematian. Berikut merupakan faktor yang memepengaruhi pertumbuhan penduduk
1. Kelahiran
(natalitas/fertilitas): Kelahiran adalah kemampuan seorang wanita melahirkan
yang tercermin dalam jumlah bayi yang dilahirkan. Angka kelahiran ialah
rata-rata banyaknya bayi yang lahir dari tiap 1.000 orang penduduk dalam satu
tahun. Angka kelahiran dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Angka kelahiran
kasar: Angka kelahiran kasar adalah jumlah tiap kelahiran 1.000 orang penduduk
pada suatu daerah dalam waktu satu tahun.
b. Angka kelahiran
khusus: Angka kelahiran khusus adalah angka yang menunjukkan banyaknya
kelahiran hidup dari 1.000 wanita usia tertentu dalam waktu satu tahun. Yang
dimaksud usia tertentu, misalnya: pada usia 20-24 tahun, 25-29 tahun, 30-39
tahun, dan seterusnya.
2. Kematian
(mortalitas): Angka kematian adalah jumlah kematian setiap seribu penduduk
setiap tahun.
a. Angka kematian
kasar: Angka kematian kasar adalah angka yang menunjukkan jumlah kematian
setiap 1.000 penduduk per tahun. Berikut ini penggolongan kematian kasar,
yaitu:
1) Angka kematian
rendah, jika angka kematian kurang dari 10.
2) Angka kematian
sedang, jika angka kematian antara 10 – 20.
3) Angka kematian
tinggi, jika angka kematian lebih dari 20.
b. Angka kematian
khusus : Angka kematian khusus adalah rata-rata banyaknya orang yang meninggal
dari tiap 1.000 orang penduduk per tahun.
Tingkat
pertumbuhan populasi Indonesia antara tahun 2000 dan 2010 adalah sekitar 1.49
persen per tahun. Pertumbuhan tertinggi terjadi di propinsi Papua (5.46
persen), sementara pertumbuhan populasi terendah terjadi di propinsi Jawa
Tengah (0.37 persen). Program Keluarga Berencana (KB) dikoordinasi oleh
institusi pemerintah, yaitu Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN). Program KB dimulai pada tahun 1968 semasa pemerintahan presiden
Suharto dan sampai saat ini masih diteruskan oleh presiden2 penerusnya. Program
ini adalah strategi penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia karena
pertumbuhan populasi yang rendah akan menyebabkan tingkat PDB per kapita yang
lebih tinggi, yang juga akan meningkatkan pendapatan, tabungan, investasi serta
menurunkan tingkat kemiskinan.
Menurut
proyeksi yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan menilik
populasi absolut Indonesia di masa depan, maka negeri ini akan memiliki
penduduk lebih dari 270 juta jiwa pada tahun 2025, lebih dari 285 juta jiwa
pada tahun 2035 dan 290 juta jiwa pada tahun 2045. Baru setelah 2050 populasi
Indonesia akan berkurang. Menurut proyeksi PBB pada tahun 2050 dua pertiga
populasi Indonesia akan tinggal di wilayah perkotaan. Sejak 40 tahun yang lalu
Indonesia sedang mengalami sebuah proses urbanisasi yang pesat makanya sekarang
sekitar separuh dari jumlah total penduduk Indonesia tinggal di wilayah
perkotaan. Proses ini menunjukkan perkembangan positif bagi perekenomian
Indonesia karena urbanisasi dan industrialisasi akan membuat pertumbuhan
ekonomi lebih maju dan menjadikan Indonesia negeri dengan tingkat pendapatan
menengah ke atas.
Lingkungan pemukiman adalah
tempat atau dimana semua warga menempati dan menjadikan sebagai tempat
tinggal,tempat usaha atau sebagai sumber usaha dan sebagainya. Lingkungan
pemukinman akan menjadi baik atau lebih buruk tergantung pada pengelolaan yang
menempati wilayah tersebut.
Perkembangan suatu kota yang
semakin pesat dapat memacu juga kepadatan suatu daerah. Hal ini disebabkan
karena beragamnya kebutuhan hidup masyarakat perkotaan dan adanya upaya untuk
memberi kemudahan dalam memenuhi kebutuhan manusia tersebut. Pertumbuhan
penduduk yang semakin besar sebagai akibat dari perkembangan pada aktivitas
kota dan proses industrialisasi terutama di beberapa kota di Indonesia yang
mengakibatkan banyak berkembangnya kawasan komersial. Berkembangnya suatu kota
pasti akan diikuti oleh pertambahan jumlah penduduk. Salah satu permasalahan
yang muncul seiring dengan perkembangan suatu kota adalah masalah perumahan dan
pemukiman. Menurut Bintarto (Pos Kota edisi Juni, 2012) pemukiman menempati
areal paling luas dalam pemanfaatan ruang, mengalami perkembangan yang selaras
dengan perkembangan penduduk dan mempunyai pola-pola tertentu yang menciptakan
bentuk dan struktur suatu kota yang berbeda dengan kota lainnya. Perkembangan permukiman
pada bagian-bagian kota tidaklah sama, tergantung pada karakteristik kehidupan
musyarakat, potensial sumber daya kesempatan kerja yang tersedia, kondisi fisik
alami serta fasilitas kota yang terutama berkaitan dengan infrastruktur.
Kemajuan dan perkembangan suatu kota tidak terlepas dari pembentuk kota.
Pembentuk tersebut meliputi sosial budaya, ekonomi, pemukiman, kependudukan,
sarana dan prasarana serta transportasi.
Jika adanya peningkatan
jumlah penduduk akan menyebabkan terjadinya peningkatan kegiatan
sosial-ekonomi, juga peningkatan kebutuhan pelayanan, dan akan terjadi
peningkatan prasarana. Maka dengan semakin banyaknya jumlah penduduk yang
bertempat tinggal dalam suatu wilayah yang sama dan melakukan kegiatan yang
sama pula akan menimbulkan suatu masalah. Keadaan ini sangat kelihatan dari
kondisi kepadatan pemukiman tersebut dimana tampak terjadi meningkatnya
ketersediaan infrastruktur.
Pertambahan penduduk hanya
pada satu kota jika tidak diatasi akan mengakibatkan menumpuknya jumlah penduduk
yang tidak merata. Hal tersebut akan berhubungan dengan lingkungan pemukiman,
karena jika terjadinya penumpukan penduduk hanya pada satu kota saja ini akan
menimbulnya jumlah penduduk yang semakin padat dan terutama pada tempat tinggal
pemukiman. Pemukiman yang ditempati oleh banyaknya penduduk pada satu kota atau
daerah tertentu ini akan menimbulkan masalah terutama pada lingkungan. Maka Peran infrastruktur dalam pengembangan
perumahan dan permukiman dinilai sangat penting, karena infrastruktur merupakan
syarat mutlak bagi terciptanya lingkungan permukiman yang sehat, aman, harmonis
dan berkelanjutan. Persoalan infrastruktur tersebut timbul karena bertambahnya
penduduk pemukiman, peningkatan pendapatan, peningkatan pemilikan kendaraan dan
dibangunnya fasilitas di kawasan komersial di sekitar kota. Dampak yang sangat pasti terjadi adalah
meningkatnya kebutuhan infrastruktur, yang kemudian karena kejenuhannya
menimbulkan tidak optimalnya pelayanan sarana dan prasarana. Untuk menciptakan
suatu lingkungan pemukiman yang baik maka diperlukan infratruktur pemukiman dan
fasilitas umum pemukiman. Adapun yang dimaksud dengan infrastruktur pemukiman
ialah jalan lokal, saluran drainase, pengadaan air bersih, pembuangan air
kotor, persampahan, listrik dan telepon.
Suatu wilayah dengan
pertambahan penduduk yang pesat dapat menyebabkan masalah- masalah pendidikan,
pengangguran, kesenjangan sosial dan masalah-masalah lainnya. Dengan jumlah
penduduk yang besar maka fasilitas- fasilitas sosial, pendidikan dan pekerjaan
juga ikut meningkat. Jika penduduk di suatu kota yang padat tidak terpenuhi
fasilitas pendidikannya maka akan menyebabkan penurunan tingkat pendidikan
wilayah tersebut. Tingkat pendidikan yang rendah dapat menyebabkan pengangguran
sehingga dampak pada tingkat perekonomian juga memburuk. Jika masalah ini terus
diabaikan maka kemerosotan negara tidak dapat dihindari.
Tingkat pendidikan yang
buruk dapat menyebabkan anak-anak mengalami depresi. Hal ini memicu terjadinya
pekerjaan-pekerjaan yang tidak layak dilakukan oleh anak-anak di bawah umur.
Bahkan dampak lain dari masalah ini bisa menyebabkan tingkat tindakan kriminal
yang dilakukan anak-anak meningkat. Generasi muda dan anak-anak yang cerdas
adalah kunci kemajuan suatu negara. Jika masa kanak-kanak mereka diisi dengan
hal-hal negatif maka jalan menuju kesuksesan bangsa akan semakin jauh.
Wilayah kawasan kumuh
menurut Bank Dunia (1999) merupakan bagian yang terabaikan dalam pembangunan
perkotaan. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi sosial demografis di kawasan
kumuh seperti kepadatan penduduk yang tinggi, kondisi lingkungan yang tidak
layak huni dan tidak memenuhi syarat serta minimnya fasilitas pendidikan,
kesehatan dan sarana prasarana sosial budaya. Tumbuhnya kawasan kumuh terjadi
karena tidak terbendungnya arus urbanisasi. Di saat banjir, lingkungan yang
kumuh sering terjangkit penyakit seperti: malaria, demam berdarah, gatal
–gatal, penyakit kulit, dan sebagainya. Di karenakan pada saat banjir, selokan
– selokan yang ada di permukiman kumuh tersumbat oleh sampah yang mereka buang
sendiri dan tata ruang kota yang kurang baik.
Selain itu banyaknya wilayah
hijau di perkotaan sekarang beralih fungsi sebagai bangunan – bangunan pencakar
langit, mal – mal yang banyak. Sehingga daya serap air di wilayah perkotaan
sangat sedikit. Dengan sedikitnya air yang di serap di wilayah tersebut maka
terjadilah genangan air yang semakin lama semakin membesar dengan terjadinya
hujan. Dengan terjadinya bencana banjir, maka datang lagi bencana selanjutnya
yaitu penyakit yang menjadi wabah paling ampuh saat banjir. Banyaknya wabah
penyakit yang di jangkit oleh masyarakat saat banjir, itu semua sangat
menggangu kesehatan masyarakat. Karena air banjir membawa berbagai macam
penyakit yang sebagian besar di sebarkan oleh tikus dan nyamuk. Oleh sebab itu,
Langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan untuk penataan lingkungan
permukiman kumuh adalah:
1. Lebih
mengefektifkan penertiban administrasi kependudukan bekerja sama dengan
perangkat desa yang mewilayahi permukiman kumuh di Kota Denpasar.
2. Penataan kembali
lingkungan dengan penyediaan kamar mandi dan jamban umum, program sanimas dan
pengelolaan sampah swadaya di permukiman kumuh.
3. Peningkatan
perilaku hidup sehat masyarakat
4. Sosialisasi
kebijakan pemerintah kota terkait dengan program penataan kembali permukiman
kumuh perlu lebih digalakkan dengan melibatkan kelompok masyarakat di
permukiman kumuh.
5. Perlu dilakukan
studi lanjutan untuk menggali informasi yang lebih luas terkait dengan penataan
kembali lingkungan permukiman kumuh.
Kekurangan gizi dan angka
kematian anak meningkat di sejumlah kawasan yang paling buruk di Asia dan
Pasifik kendati ada usaha internasional untuk menurunkan keadaan itu, kata
sebuah laporan badan kesehatan PBB hari Senin. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menegaskan bahwa sasaran kesehatan yang ditetapkan berdasarkan delapan Tujuan
Pembangunan Milenium PBB tahun 2000 tidak akan tercapai pada tahun 2015
berdasarkan kecnderungan sekarang. “Sejauh ini bukti menunjukkan bahwa kendati
ada beberapa kemajuan, di banyak negara, khususnya yang paling miskin, tetap
ketinggalan dalam kesehatan,” kata Dirjen WHO Lee Jong Wook dalam laporan itu.
Kendati tujuan pertama mengurangi kelaparan, situasinya bahkan memburuk
sementara negara-negara miskin berjuang mengatatasi masalah pasokan pangan yang
kronis, kata data laporan itu.
Antara tahun 1990 dan 2002– data
yang paling akhir– jumlah orang yang kekurangan makanan meningkat 34 juta di
indonesia dan 15 juta di Surabaya dan 47 juta orang di Asia timur, kata laporan
tersebut. Proporsi anak berusia lima tahun ke bawah yang berat badannya terlalu
ringan di Surabaya, tenggara dan timur meningkat enam sampai sembilan persen
antara tahun 1990 dan 2003, sementara hampir tidak berubah (32 persen). Lebih
dari separuh anak-anak di Asia selatan kekurangan gizi, sementara rata-rata di
negara-negara berkembang tahun 2003 tetap sepertiga. “Meningkatnya pertambahan
penduduk dan produktivitas pertanian yang rendah merupakan alasan utama
kekurangan pangan di kawasan-kawasan ini,” kata laporan itu. Kelaparan
cenderung terpusat di daerah-daerah pedesaan di kalangan penduduk yang tidak
memilki tanah atau para petani yang memiliki kapling yang sempit untuk
memenunhi kebutuhan hidup mereka,” tambah dia.
Secara sosiologis,
kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan ditentukan oleh tiga faktor; yakni
kesadaran manusia, struktur yang menindas, dan fungsi struktur yang tidak
berjalan semestinya. Dalam konteks kesadaran, kebodohan, kemiskinan dan
keterbelakangan biasanya merujuk pada kesadaran fatalistik dan menyerah pada
“takdir”. Suatu kondisi diyakini sebagai pemberian Tuhan yang harus diterima,
dan perubahan atas nasib yang dialaminya hanya mungkin dilakukan oleh Tuhan.
Tak ada usaha manusia yang bisa mengubah nasib seseorang, jika Tuhan tak berkehendak.
Kesadaran fatalistik bersifat pasif dan pasrah serta mengabaikan kerja keras.
Kesadaran ini tampaknya
dimiliki sebagian besar masyarakat Indonesia, sehingga kemiskinan, kebodohan
dan keterbelakangan diterima sebagai takdir yang tak bisa ditolak. Bahkan,
penerimaan terhadap kondisi itu merupakan bagian dari ketaatan beragama dan
diyakini sebagai kehendak Tuhan.
Kesadaran keberagamaan yang
fatalistik itu perlu dikaji ulang. Pasalnya, sulit dipahami jika manusia tidak
diberi kebebasan untuk berpikir dan bekerja keras. Kesadaran fatalistik akan
mengurung kebebasan manusia sebagai khalifah di bumi. Sementara sebagai
khalifah, manusia dituntut untuk menerapkan ajaran dalam konteks dunia dan
akhirat. Oleh karena itu, kemiskinan dan kebodohan, wajib diubah. Bahkan,
kewajiban itu adalah bagian penting dari kesadaran manusia.
Faktor penyebab lain yang
menyebabkan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan karena otoritas
struktural yang dominan. Kemiskinan, misalnya, bisa disebabkan oleh ulah
segelintir orang di struktur pemerintahan yang berlaku tidak adil. Kemiskinan
yang diakibatkan oleh problem struktural disebut “kemiskinan struktural”. Yaitu
kemiskinan yang sengaja diciptakan oleh kelompok struktural untuk tujuan-tujuan
politik tertentu. Persoalan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan juga
disebabkan karena tidak berfungsinya sistem yang ada. Sebab orang-orang yang
berada dalam sistem tidak memiliki kemampuan sesuai dengan posisinya. Akibatnya
sistem berjalan tersendat-sendat, bahkan kacau. Kesalahan menempatkan orang
tidak sesuai dengan kompetensinya (one man in the wrong place) bisa
mengakibatkan kondisi bangsa ini menjadi fatal.
Kondisi masyarakat Indonesia
yang masih berkubang dalam kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan, jelas
berseberangan dengan prinsip-prinsip fitrah manusia. Fitrah manusia adalah
hidup layak, berpengetahuan, dan bukan miskin atau bodoh. Untuk mengentaskan
masyarakat Indonesia dari kubangan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan,
pemerintah perlu mengambil kebijakan strategis. Kebijakan strategis tersebut
membutuhkan suatu jalur yang dipandang paling efektif. Dalam konteks inilah
penulis berpendapat bahwa pendidikan merupakan satu-satunya jalur paling
efektif untuk mengentaskan seluruh problem sosial di Indonesia.
Meskipun persoalan
kemiskinan bisa saja disebabkan karena struktur dan fungsi struktur yang tidak
berjalan, akan tetapi itu semua mengisyaratkan pada faktor manusianya. Struktur
jelas buatan manusia dan dijalankan oleh manusia pula. Jadi, persoalan
kemiskinan yang bertumpu pada struktur dan fungsi sistem jelas mengindikasikan
problem kesadaran manusianya. Dengan demikian, agenda terbesar pendidikan
nasional adalah bagaimana merombak kesadaran masyarakat Indonesia agar menjadi
kritis.
Kemiskinan dan
Keterbelakangan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan
kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan
dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan
merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif
dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan
evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah
mapan,dll.
Kemiskinan dipahami dalam
berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
a. Gambaran
kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari,
sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini
dipsdfgeggahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
b. Gambaran tentang
kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan
ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk
pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari
kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan
tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
c. Gambaran tentang
kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di
sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh
dunia.
Kemiskinan bisa dikelompokan
dalam dua kategori , yaitu Kemiskinan absolut dan Kemiskinan relatif.
Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak
terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran
absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup
menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk
laki laki dewasa).
Bank Dunia mendefinisikan
Kemiskinan absolut sebagai hidup dg pendapatan dibawah USD $1/hari dan
Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari, dg batasan ini maka
diperkiraan pada 2001 1,1 miliar orang didunia mengonsumsi kurang dari $1/hari
dan 2,7 miliar orang didunia mengonsumsi kurang dari $2/hari."[1] Proporsi
penduduk negara berkembang yang hidup dalam Kemiskinan ekstrem telah turun dari
28% pada 1990 menjadi 21% pada 2001.[1] Melihat pada periode 1981-2001,
persentase dari penduduk dunia yang hidup dibawah garis kemiskinan $1
dolar/hari telah berkurang separuh. Tetapi , nilai dari $1 juga mengalami
penurunan dalam kurun waktu tersebut.
Meskipun kemiskinan yang
paling parah terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang kehadiran
kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan
kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota dan
ghetto yang miskin. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif
masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini
keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini,
negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang.
Kemiskinan banyak
dihubungkan dengan:
a. penyebab
individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari
perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
b. penyebab
keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
c. penyebab
sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan
sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
d. penyebab agensi,
yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang,
pemerintah, dan ekonomi;
e. penyebab
struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur
sosial.
Meskipun diterima luas bahwa
kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di
Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan
masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak
sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis
kemiskinan.
Tanggapan utama terhadap
kemiskinan adalah:
a. Bantuan
kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah
menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan.
b. Bantuan terhadap
keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan untuk mengubah situasi
orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman, pendidikan, kerja
sosial, pencarian kerja, dan lain-lain.
c. Persiapan bagi
yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung kepada orang miskin,
banyak negara sejahtera menyediakan bantuan untuk orang yang dikategorikan
sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan
ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan
perawatan kesehatan.
Sumber
-Agung. 2010. Dampak
Pertumbuhan Penduduk Terhadap Anak. https://agungborn91.wordpress.com/2010/11/05/dampak-pertumbuhan-penduduk-terhadap-pendidikan-anak-anak/. Diakses pada 17 November 2015.
-Anonim. Penduduk
Indonesia. http://www.indonesia-investments.com/id/budaya/demografi/item67. Diakses pada 17 November 2015.
-Fitriono, Abdul Azis.
2013. Kemiskinan dan Keterbelakangan. http://abdulazizfitriono.blogspot.co.id/2013/01/kemiskinan-dan-keterbelakangan.html. Diakses pada 18 November 2015.
-Permatasari, Frida et
al. 2014. Perkembangan Penduduk di Indonesia. Semarang. Universitas
Muhammadiyah.
-Prasetyo, Ridwan.
2014. Hubungan Pertambahan Penduduk dan Lingkungan. http://ridwanprasetyo77.blogspot.co.id/2014/04/pertambahanpenduduk-adalah-dimana-di.html. Diakses pada 17 November 2015.
-Rizky. 2010.
Pertumbuhan Penduduk dan Penyakit yang Berkaitan dengan Lingkungan. http://assidiqichywt.blogspot.co.id/2010/10/pertumbuhan-penduduk-dan-penyakit-yang.html. Diakses pada 17 November 2015.