Pages

Masalah Lingkungan dalam Pertambangan Energi

Jumat, 08 Januari 2016
Menurut jenis yang dihasilkan di Indonesia terdapat antara lain pertambangan minyak dan gas bumi ; logam – logam mineral antara lain seperti timah putih, emas, nikel, tembaga, mangan, air raksa, besi, belerang, dan lain-lain dan bahan – bahan organik seperti batu bara, batu-batu berharga seperti intan, dan lain- lain.
Pembangunan dan pengelolaan pertambangan perlu diserasikan dengan bidang energi dan bahan bakar serta dengan pengolahan wilayah, disertai dengan peningkatan pengawasan yang menyeluruh.
Pengembangan dan pemanfaatan energi perlu secara bijaksana baik itu untuk keperluan ekspor maupun penggunaan sendiri di dalam negeri serta kemampuan penyediaan energi secara strategis dalam jangka panjang. Sebab minyak bumi sumber utama pemakaian energi yang penggunaannya terus meningkat, sedangkan jumlah persediaannya terbatas. Karena itu perlu adanya pengembangan sumber-sumber energi lainnya seperti batu bara, tenaga air, tenaga air, tenaga panas bumi, tenaga matahari, tenaga nuklir, dan sebagainya.
Pencemaran lingkungan sebagai akibat pengelolaan pertambangan umumnya disebabkan oleh faktor kimia, faktor fisik, faktor biologis. Pencemaran lingkungan ini biasanya lebih daripada di luar pertambangan. Keadaan tanah, air dan udara setempat di tambang mempunyai pengaruh yang timbal balik dengan lingkungannya. Sebagai contoh misalnya pencemaran lingkungan oleh CO sangat dipengaruhi oleh keanekaragaman udara, pencemaran oleh tekanan panas tergantung keadaan suhu, kelembaban dan aliran udara setempat.
Suatu pertambangan yang lokasinya jauh dari masyarakat atau daerah industri bila dilihat dari sudut pencemaran lingkungan lebih menguntungkan daripada bila berada dekat dengan permukiman masyarakat umum atau daerah industri. Selain itu jenis suatu tambang juga menentukan jenis dan bahaya yang bisa timbul pada lingkungan. Akibat pencemaran pertambangan batu bara akan berbeda dengan pencemaran pertambangan mangan atau pertambangan gas dan minyak bumi. Keracunan mangan akibat menghirup debu mangan akan menimbulkan gejala sukar tidur, nyeri dan kejang – kejang otot, ada gerakan tubuh di luar kesadaran, kadang-kadang ada gangguan bicara dan impotensi.
Melihat ruang lingkup pembangunan pertambangan yang sangat luas, yaitu mulai dari pemetaan, eksplorasi, eksploitasi sumber energi dan mineral serta penelitian deposit bahan galian, pengolahan hasil tambang dan mungkin sampai penggunaan bahan tambang yang mengakibatkan gangguan pada lingkungan, maka perlu adanya perhatian dan pengendalian terhadap bahaya pencemaran lingkungan dan perubahan keseimbangan ekosistem, agar sektor yang sangat vital untuk pembangunan ini dapat dipertahankan kelestariannya.
Dalam pertambangan dan pengolahan minyak bumi misalnya mulai eksplorasi, eksploitasi, produksi, pemurnian, pengolahan, pengangkutan, serta kemudian menjualnya tidak lepas dari bahaya seperti bahaya kebakaran, pengotoran terhadap lingkungan oleh bahan-bahan minyak yang mengakibatkan kerusakan flora dan fauna, pencemaran akibat penggunaan bahan-bahan kimia dan keluarnya gas-gas/ uap-uap ke udara pada proses pemurnian dan pengolahan.
Dalam rangka menghindari terjadinya kecelakaan pencemaran lingkungan dan gangguan keseimbangan ekosistem baik itu berada di lingkungan pertambangan ataupun berada di luar lingkungan pertambangan, maka perlu adanya pengawasan lingkungan terhadap:
1.         Cara pengolahan pembangunan dan pertambangan.
2.         Kecelakaan pertambangan.
3.         Penyehatan lingkungan pertambangan.
4.         Pencemaran dan penyakit-penyakit yang mungkin timbul.

1.      Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi tidak termasuk ke dalam kajian studi AMDAL karena merupakan rangkaian kegiatan survey dan studi pendahuluan yang dilakukan sebelum berbagai kajian kelayakan dilakukan. Yang termasuk sebagai kegiatan ini adalah:
·           Pengamatan melalui udara
·           Survey geofisika
·           Studi sedimen di aliran sungai dan
·           Studi geokimia yang lain,

Diperkirakan lebih dari 2/3 kegiatan ekstraksi bahan mineral didunia dilakukan dengan pertambangan terbuka. Teknik tambang terbuka biasanya dilakukan dengan open pit mining, strip mining, dan quarrying,
a.       Open Pit Mining
Penambangan dengan metode tambang terbuka adalah suatu kegiatan penggalian bahan galian seperti batu bara, ore (bijih), batu dan sebagainya di mana para pekerja berhubungan langsung dengan udara luar dan iklim.
Tambang terbuka (open pit mining) juga disebut dengan open cut mining; adalah metode penambangan yang dipakai untuk menggali mineral deposit yang ada pada suatu batuan yang berada atau dekat dengan permukaan.
Metode ini cocok dipakai untuk ore bodies yang berbentuk horizontal yang memungkinkan produksi tinggi dengan ongkos rendah.  Walaupun “stripping” dan “quarrying” termasuk ke dalam open pit mining, namun strip mining biasanya dipakai untuk penambangan batubara dan quarry mining yang berhubungan dengan produksi non-metallic minerals seperti dimension stone, rock aggregates, dll.
b.      Strip Mining
Dengan menggunakan alat pengeruk, penggalian dilakukan pada suatu bidang galian yang sempit untuk mengambil mineral. Setelah mineral diambil, dibuat bidang galian baru di dekat lokasi galian yang lama. Batuan limbah yang dihasilkan digunakan untuk menutup lubang yang dihasilkan oleh galian sebelumnya. Teknik tambang seperti ini biasanya digunakan untuk menggali deposit batu bara yang tipis dan datar yang terletak di dekat permukaan tanah.
c.       Quarrying
Bertujuan untuk mengambil batuan ornamen, bahan bangunan seperti pasir, kerikil, batu untuk urugan jalan, semen, beton dan batuan urugan jalan makadam.
Tambang bawah tanah digunakan jika zona mineralisasi terletak jauh di dalam tanah sehingga jika digunakan teknik pertambangan terbuka jumlah batuan penutup yang harus dipindahkan sangat besar. Produktivitas tambang tertutup 5 sampai 50 kali lebih rendah dibanding tambang terbuka, karena ukuran alat yang digunakan lebih kecil dan akses ke dalam lubang tambang lebih terbatas. Kegiatan ekstraksi menghasilkan limbah dan produk samping dalam jumlah yang sangat banyak. Limbah utama yang dihasilkan adalah batuan penutup dan limbah batuan. Batuan penutup (overburden) dan limbah batuan adalah lapisan batuan yang tidak mengandung mineral, yang menutupi atau berada di antara zona mineralisasi atau batuan yang mengandung mineral dengan kadar rendah sehingga tidak ekonomis untuk diolah.
Batuan penutup umumnya terdiri dari tanah permukaan dan vegetasi sedangkan batuan limbah meliputi batuan yang dipindahkan pada saat pembuatan terowongan, pembukaan dan eksploitasi singkapan bijih serta batuan yang berada bersamaan dengan singkapan bijih.

2.      Reklamasi Setelah Pasca Tambang
a.       Decommissioning dan Penutupan Tambang
Setelah ditambang selama masa tertentu cadangan bijih tambang akan menurun dan tambang harus ditutup karena tidak ekonomis lagi. Karena tidak mempertimbangkan aspek lingkungan, banyak lokasi tambang yang ditelantarkan dan tidak ada usaha untuk rehabilitasi. Pada prinsipnya kawasan atau sumber daya alam yang dipengaruhi oleh kegiatan pertambangan harus dikembalikan ke kondisi yang aman dan produktif melalui rehabilitasi.
Tujuan jangka pendek rehabilitasi adalah membentuk bentang alam (landscape) yang stabil terhadap erosi. Selain itu rehabilitasi juga bertujuan untuk mengembalikan lokasi tambang ke kondisi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan produktif.
b.      Metode Pengelolaan Lingkungan
Mengingat besarnya dampak yang disebabkan oleh aktivitas tambang, diperlukan upaya-upaya pengelolaan yang terencana dan terukur. Pengelolaan lingkungan di sektor pertambangan biasanya menganut prinsip Best Management Practice. US EPA (1995) merekomendasikan beberapa upaya yang dapat digunakan sebagai upaya pengendalian dampak kegiatan tambang terhadap sumber daya air, vegetasi dan hewan liar. Beberapa upaya pengendalian tersebut adalah:
1)      Menggunakan struktur penahan sedimen untuk meminimalkan jumlah sedimen yang keluar dari lokasi penambangan
2)      Mengembangkan rencana sistim pengendalian tumpahan untuk meminimalkan masuknya bahan B3 ke badan air
3)      Hindari kegiatan konstruksi selama dalam tahap kritis
4)      Mengurangi kemungkinan terjadinya keracunan akibat sianida terhadap burung dan hewan liar dengan menetralisasi sianida di kolam pengendapan tailing atau dengan memasang pagar dan jaring untuk
5)      Mencegah hewan liar masuk ke dalam kolam pengendapan tailing
6)      Minimalisasi penggunaan pagar atau pembatas lainnya yang menghalangi jalur migrasi hewan liar. Jika penggunaan pagar tidak dapat dihindari gunakan terowongan, pintu-pintu, dan jembatan penyeberangan bagi hewan liar.
7)      Batasi dampak yang disebabkan oleh frakmentasi habitat minimalisasi jumlah jalan akses dan tutup serta rehabilitasi jalan-jalan yang tidak digunakan lagi.
8)      Larangan berburu hewan liar di kawasan tambang.

Berdasarkan Kepmen 555 tahun 1995 tentang keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan umum, kecelakaan tambang harus memenuhi lima kriteria. Adapun kriteria kecelakaan tambang adalah sebagai berikut:
1.      Benar-benar terjadi
Bahwa kecelakaan ini memang benar terjadi, dapat dibuktikan, ada korbannya, dan bukan merupakan kecelakaan yang disengaja (kriminal). Bagaimana cara mengetahui itu kriminal atau bukan.? Itu tugas investigator untuk mencari penyebab kecelakaan tersebut, dan jika terbukti ada unsur kriminal, maka kasus ini dapat dilimpahkan ke pihak kepolisian.
2.      Mengakibatkan cedera pada pekerja tambang atau orang yang diberi ijin oleh Kepala Teknik Tambang (KTT).
Agar kecelakaan itu dikategorikan kecelakaan tambang maka orang yang cedera harus pekerja tambang, jika yang mengalami cedera adalah orang luar (selain karyawan perusahaan tambang) maka kecelakaan itu tidak dapat dikategorikan kecelakaan tambang.
Selain pekerja tambang, tamu yang memasuki area konsesi dan telah mendapat ijin dari KTT jika terjadi kecelakaan yang mengakibatkan cedera terhadap tamu tersebut dikategorikan kecelakaan tambang.
3.      Akibat kegiatan usaha pertambangan
Apabila kecelakaan yang menimpa pekerja tambang tidak terjadi akibat kegiatan usaha pertambangan maka kecelakaan tersebut tidak dapat dikategorikan menjadi kecelakaan tambang. Sebagai contoh, seorang pekerja tambang pada saat jam istirahat memancing ikan di kolam dekat tambang dan tenggelam, maka kecelakaan tersebut tidak bisa dikategorikan kecelakaan tambang.
4.      Terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mendapat cedera atau setiap saat orang yang diberi izin
Suatu kecelakaan dikategorikan kecelakaan tambang jika terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mengalami cedera. Sebagai contoh : seorang pekerja tambang (pekerja A) jam kerjanya adalah pukul 07:00 – 17:00 (shift siang), pada saat malam hari pekerja tersebut ikut rekan kerjanya (pekerja B) mengendarai sarana ke tambang. Pada saat itu terjadi kecelakaan dan mengakibatkan pekerja tambang A cedera patah tulang, namun pekerja B tidak mengalami cedera. Maka kecelakaan tersebut tidak bisa dikategorikan kecelakaan tambang.
5.      Terjadi di dalam wilayah kegiatan usaha pertambangan atau wilayah proyek.
Kecelakaan yang dikategorikan kecelakaan tambang harus terjadi pada wilayah kegiatan usaha pertambangan atau wilayah proyek. Wilayah kegiatan usaha pertambangan adalah sesuai dengan luasan yang tertera pada ijin penambangan (PKP2B, KP, KK, IUJP). Untuk wilayah proyek adalah wilayah di luar wilayah kegiatan usaha pertambangan, namun masih berkaitan dengan kegiatan pertambangan. Wilayah proyek ditentukan oleh pemerintah daerah setempat.
Sebagai contoh : kecelakaan terjadi di area pelabuhan yang mengakibatkan cedera pekerja tambang, selama pelabuhan tersebut mendapat ijin dari pemerintah daerah untuk jadi wilayah proyek, maka kecelakaan tersebut dapat dikategorikan kecelakaan tambang.
Yang perlu diingat adalah suatu kecelakaan dapat dikategorikan menjadi kecelakaan tambang jika memenuhi lima kriteria di atas. Apabila salah satu tidak memenuhi, maka kecelakaan tersebut bukan kecelakaan tambang.

Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengembangan sistem kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan.
Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi:
1.      Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar
2.      Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan
3.      Pengendalian dampak risiko lingkungan
4.      Pengembangan wilayah sehat.

Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat di mana pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya yaitu dari hulu berbagai lintas sektor ikut serta berperan (Perindustrian, KLH, Pertanian, PU dll) baik kebijakan dan pembangunan fisik dan Departemen Kesehatan sendiri terfokus kepada hilirnya yaitu pengelolaan dampak kesehatan.

Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam berbahaya, dsb.) sebagai akibat perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti semula (Susilo, 2003).
Kasus Teluk Buyat (Sulawesi Utara) dan Minamata (Jepang) adalah contoh kasus keracunan logam berat. Logam berat yang berasal dari limbah tailing perusahaan tambang serta limbah penambang tradisional merupakan sebagian besar sumber limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang mencemari lingkungan.
Sebagai contoh, pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan bijih dilakukan dengan proses amalgamasi di mana merkuri (Hg) digunakan sebagai media untuk mengikat emas. Mengingat sifat merkuri yang berbahaya, maka penyebaran logam ini perlu diawasi agar penanggulangannya dapat dilakukan sedini mungkin secara terarah. Selain itu, untuk menekan jumlah limbah merkuri, maka perlu dilakukan perbaikan sistem pengolahan yang dapat menekan jumlah limbah yang dihasilkan akibat pengolahan dan pemurnian emas.
Sedangkan pertambangan skala besar, tailing yang dihasilkan lebih banyak lagi. Pelaku tambang selalu mengincar bahan tambang yang tersimpan jauh di dalam tanah, karena jumlahnya lebih banyak dan memiliki kualitas lebih baik. Untuk mencapai wilayah konsentrasi mineral di dalam tanah, perusahaan tambang melakukan penggalian dimulai dengan mengupas tanah bagian atas (top soil). Top Soil kemudian disimpan di suatu tempat agar bisa digunakan lagi untuk penghijauan setelah penambangan. Tahapan selanjutnya adalah menggali batuan yang mengandung mineral tertentu, untuk selanjutnya dibawa ke processing plant dan diolah. Pada saat pemrosesan inilah tailing dihasilkan. Sebagai limbah sisa batuan dalam tanah, tailing pasti memiliki kandungan logam lain ketika dibuang.
Limbah tailing merupakan produk samping, reagen sisa, serta hasil pengolahan pertambangan yang tidak diperlukan. Tailing hasil penambangan emas biasanya mengandung mineral inert (tidak aktif). Mineral tersebut antara lain: kwarsa, kalsit dan berbagai jenis aluminosilikat. Tailing hasil penambangan emas mengandung salah satu atau lebih bahan berbahaya beracun seperti Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Sianida (CN) dan lainnya. Sebagian logam-logam yang berada dalam tailing adalah logam berat yang masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Misalnya, Merkuri adalah unsur kimia sangat beracun (toxic). Unsur ini bila bercampur dengan enzim di dalam tubuh manusia menyebabkan hilangnya kemampuan enzim untuk bertindak sebagai katalisator untuk fungsi tubuh yang penting. Logam Hg ini dapat terserap ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan kulit. Karena sifatnya beracun dan cukup volatil, maka uap merkuri sangat berbahaya jika terhisap oleh manusia, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Merkuri bersifat racun yang kumulatif, dalam arti sejumlah kecil merkuri yang terserap dalam tubuh dalam jangka waktu lama akan menimbulkan bahaya. Bahaya penyakit yang ditimbulkan oleh senyawa merkuri di antaranya kerusakan rambut dan gigi, hilang daya ingat dan terganggunya sistem syaraf.

Untuk mencapai hal tersebut di atas, maka diperlukan upaya pendekatan melalui penanganan tailing atau limbah B3 yang berwawasan lingkungan dan sekaligus peningkatan efisiensi penggunaan merkuri untuk meningkatkan perolehan (recovery) logam emas.

Sumber: 
1.Hamdani, Riki. 2011. Cara Pengelolaan Pembangunan Pertambangan. https://rikihamdanielektro.wordpress.com/2011/12/12/cara-pengelolaan-pembangunan-pertambangan-2/. Diakses pada 3 Januari 2016.
2.Hannita. 2011. Cara Pengolahaan Pembangunan Pertambangan. http://hannitacambridge.blogspot.co.id/2011/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-none_27.html. Diakses pada 3 Januari 2016.
3. Nababan, Fredy. 2012. Dampak Negatif Kegiatan Pertambangan. http://marluganababan-electrical.blogspot.co.id/2012/11/dampak-negatif-kegiatan-pertambangan.html. Diakses pada 3 Januari 2016.
4.    Panjaitan. 2011. Tambang Terbuka (Open Pit). http://sipanjaitan.blogspot.co.id/2011/02/tambang-terbuka-open-pit.html. Diakses pada 3 Januari 2016.
5.  Purmaiyasa, Deopy. 2015. Masalah Lingkungan dalam Pembangunan Pertambangan Energi. http://purmaiyasadeopy.blogspot.co.id/2015/01/masalah-lingkungan-dalam-pembangunan.html. Diakses pada 3 Januari 2016.

6.Saputra, Darmawan. 2014. 5 Kriteria Kecelakaan Tambang. http://www.darmawansaputra.com/2014/11/kecelakaan-tambang.html. Diakses pada 3 Januari 2016.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar